Jumat, 10 Januari 2014

Masih Bisa Nggak, Ya...? # Apa Kabar?

Apa kabar?
Kepada burung-burung yang melayang di kepalamu. Aku sampaikan pertanyaan ini setiap hari dan setiap waktu, supaya sampai di benuamu. Menjumpai engkau yang tak pernah memperlihatkan apa-apa kepadaku. Aku ingin menjadi teman, di saat paling sepimu. Ketika kau mengeluh tentang banyak hal di kepala. Ketika kau selalu saja ku lihat sangat keras kepala dan pekerja.
Apa kabar? Kepada kesunyian yang tak kau dengar. Kugemakan pertanyaan ini, agar kau tahu bahwa aku mengenangmu dalam keterbatasan-keterbatasan.
(Bersambung)

Jumat, 13 Desember 2013

KISAH PAK JANGGUT DAN WANGINYA NEGERI TULIP

Dua puluh tahun yang lalu, saya berkenalan dengan seorang pengelana. Ia senantiasa menelusuri jalan, ke manapun jalan itu membawanya, untuk mengunjungi tempat-tempat baru. Dalam penelusuran dan pengembaraannya itu, ia selalu menemukan berbagai petualangan yang mengasyikkan, mendebarkan dan fantastis. Sejak pertama kali berkenalan, ia langsung menceritakan berbagai petualangannya, kapan pun kami bertemu.

Seperti layaknya pengelana, kawan saya ini hidup sederhana. Nyaris setiap kali bertemu, ia memakai pakaian serba hijau tua, kontras dengan rambut dan jenggotnya yang memutih. Bahkan sepatunya pun berwarna hijau, seperti topi berhias bulu warna oranye yang selalu melekat di kepalanya. Di bahunya tersandang sebuah buntelan, yang dibawanya dengan bantuan sepotong kayu.

Saya tidak tahu berapa lama dia sudah hidup sebagai pengelana. Saya hanya mengetahui dia telah melakukan ini selama bertahun-tahun. Dan sebagai gadis kecil yang tahu bersopan santun, saya tak pernah menanyakan usianya. Saya bersyukur karena di usia yang tampaknya sudah tidak muda lagi, tak terlihat tanda-tanda petualangannya akan segera diakhiri. Selama bertahun-tahun, sekali dalam sepekan, saya bertemu dengannya. Setiap pertemuan selalu mengesankan, dan sepanjang waktu saya tidak berjumpa dengannya, saya akan mengingat -ingat kisah yang dia ceritakan, memutar ulang gambarannya di kepala saya, berharap saya ikut serta dalam petualangannya itu.

Namanya Pak Janggut.
Di negara asalnya ia bernama Douwe Dobbert. Ia adalah tokoh ciptaan Piet Wijn dan Thomp Roep, pembuat komik dan penulis cerita dari Belanda. Bersama Pak Janggut dan buntelan ajaib yang selalu menyediakan apa saja yang ia butuhkan, saya berkelana mengelilingi Eropa, Jepang, Afrika, Amerika dan bahkan Negeri Satwa. Saya dikenalkan pada berbagai tokoh dengan bermmacam-macam kepribadian. Mulai dari yang iseng, usil dan sering bertengkarseperti tiga penyihir Pompit, Rika dan Domoli; yang pemberani dan tabah seperti Nana si gadis Afrika, yang manis seperti Omika; yang lucu seperti si burung Dodo, yang pengetahuannya luas seperti Kuping Pengingat, bahkan yang jahat dan tak kunjung jera berbuat onar seperti Ludo Lampart dan Wredulia si penyihir.

Tak hanya orang-orang yang kami temui, Pak Janggut juga membawa saya menelusuri keindahan alam dan kekayaan plasma nutfah yang beragam di berbagai belahan dunia. Hutan dan sabana di Afrika, musim salju yang ganas di Eropa, laut Selatan yang misterius, hal-hal yang hanya bisa ditemui pada lansekap dan rumah di Jepang. Tak seorang pun dapat menyangkal betapa cerita Pak Janggut mengandung nilai pendidikan dan moral yang sangat kaya. Nirkekerasan, anti perbudakan, anti rasialisme, sensitif gender, kemurahan hati untuk berbagi, pelajaran tentang karma, usaha untuk menghadapi dan mengalahkan rasa takut, hanyalah sebagian dari sekian banyak nilai-nilai yang bisa dipelajari dari cerita ini, lengkap dengan pengetahuan dan tambahan wawasana yang sangat berguna. Dalam hal ini, Pak Janggut memberikan dasar bagi setiap anak yang membacanya termasuk saya, dasar pengetahuan dan nilai yang memungkinkan saya untuk mengenal dunia dengan segala keragamannya tanpa harus pergi dari keluar rumah.

Dalam semangat yang sama, saya menangkap hal-hal serupa juga ditawarkan oleh pendidikan di Belanda.
Tentu dengan kedalaman dan penekanan tertentu pada beberapa hal. Kekuatan utama tentu terletak pada kualitas pendidikan dengan standar internasional. Hal ini disbabkan oleh struktur pendidikan yang lebih sempurna , penguasaan ilmu yang lebih baik, tingkat kedisiplinan yang lebih tinggi dan budaya belajar yang jauh lebih matang daripada yang ada di Indonesia. Pendidikan yang berkualitas akan memberikan pengetahuan dan wawasan yang memadai untuk berhubungan dan bersaing di tingkat global.

Aspek lain dari pendidikan dengan standard internasional adalah pertemuan dan pengalaman langsung untuk bergaul di tingkat global, karena standar pendidikan yang tinggi mengundang hadirnya mahasiswa internasional, yang saat ini di Belanda jumlahnya mencapai kisaran 70.000 orang. Angka ini merupakan catatan untuk mahasiswa yang pendidikannya disponsori oleh pemerintah. Belum termasuk yang membiayai pendidikannya secara mandiri.

Minggu, 24 November 2013

SI BURIK AYAM JAGOKU

Entah kenapa tak pernah ngokok lagi
Padahal dulu ngokoknya paling nyaring di Desa
Konon ia mati kekenyangan...

CINTAMU

Cintamu adalah api yang meninggalkan jelaga
Cintamu adalah angin yang menerbangkan debu
Cintamu adalah air yang memecahkan batu
Cintamu biarlah kukecup selamanya, Ibu.

KABAR BURUNG

Seekor burung centil membisiki telingaku:
Katanya:
Tetanggaku MBA (Married by Accident)
Si Ebeg main pelet
Dosenku cantik tapi judes
Celana dalam temanku bolong
Pejabat yang korupsi
Murid privatku naksir
Aku penganggur
(Monyong!!!)
(Apa perduliku?!!)
Diam-diam aku mencatatnya di kertas bekas bungkus kue serabi.

AKU RINDU PULANG

ingin ku tumpahkan rindu pada lubang kunci dan daun-daun pintu yang ditunggui ibu setiap waktu .
dan kulunaskan rasa kehilangan di hati bapak yang menghitam di lubang-lubang jendela.